DAFTAR
ISI
COVER
....................................................................................................................... ..... i
KATA
PENGANTAR ................................................................................................ ..... ii
DAFTAR
ISI .............................................................................................................. ..... iii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................... ..... 1
A. Latar Belakang................................................................................................. .....
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ ......
1
C. Tujuan .............................................................................................................. ......
1
BAB
II PEMBAHASAN ........................................................................................... ..... 2
A. Pengertian gender............................................................................................. ....... 2
B. Problematika gender dalam
pendidikan…………………....................................... 2
C. Pendidikan memandang gender …………………………...................................... 3
D. Konsep gender dalam perspektif islam
…………………………………………... 4
E. Pendidikan islam berbasis gender
………………………………………………... 5
BAB
III PENUTUP .................................................................................................... ..... 7
A.
Kesimpulan ............................................................................................................. ..... 7
B.
Saran ....................................................................................................................... ..... 7
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................. ..... 8
BAB 1
PENDAHUUAN
A. Latarbelakang
Studi
– studitentang gender saatinimelihatbahwaketimpangan gender terjadiakibat
rendahnya kualitas sumberdayakaumperempuan sendiri,
dan haltersebutmengakibatkanketidakmampuanmerekabersaingdengankaumlelaki.
Olehkarenaituupaya-upaya yang dilakukanadalahmendidikkaumperempuandan
mengajak mereka berperan serta dalam
pembangunan. Namunkenyataannya proyek-proyek
peningkatan peran serta perempuan agak
salaharahdan justrumengakibatkanbeban yang
berganda-gandabagiperempuantanpahasil yang
memangmenguatkankedudukanperempuansendiri.
Dalamrealitas
yang kitajumpaipadamasyarakattertentuterdapatadatkebiasaan yang
tidakmendukungdanbahkanmelarangkeikutsertaanperempuandalampendidikan
formal.Bahkanadaanilai yang mengemukakanbahwa
“perempuantidakperlusekolahtinggi-tinggikarenaakhirnyakedapurjuga.” Ada pula anggapan seorang gadis harus
cepat-cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua. Paradigma seperti inilah
yang menjadikan para perempuan menjadi terpuruk dan dianggap rendah kaum
laki-laki[1].
B. Rumusanmasalah
1. Apapengertian gender itu?
2. Bagaimanakah problematika gender dalam pendidikan?
3. Bagaimanakahpendidikanmemandang gender?
4. Bagaimanakah konsep gender dalam perspektif islam?
C. Tujuan
1. Untukmengetahuipengertian gender
2. Untuk mengetahui problematika gender dalam pendidikan
3. Untuk mengetahui pendidikan memandang gender
4. Untuk mengetahui konsep gender dalam perspektif islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian gender
Gender
adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari
nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatuis tilah yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut
dan perilakus ecara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan[2].
Gender merupakan konsep hubungan sosial yang
membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan
dan lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat,
melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam
berbagai kehidupan dan pembangunan[3].
Dengan
demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran manusia atau
rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga bersifat dinamis dapat
berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama, sitem nilai dari bangsa,
masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender dapat berubah karena
perjalanan sejarah, perubahan politik , ekonomi, sosial dan budaya, atau karena
kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat universal dan tidak
berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya.
B. Problematika Gender dalam Pendidikan
Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender
dalam dunia pendidikan. Ada tiga aspek permasalahan gender dalam
pendidikan yaitu:[4]
1. Akses
Yang
dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang
sulit dicapai. Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namun
untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak
setiap wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya, hingga banyak siswa
yang harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya.
2. Partisipasi
aspek
partisipasi dimana tercakup di dalamnya faktor bidang studi dan statistik pendidikan.
Dalam masyarakat kita di indonesia, dimana terdapat sejumlah nilai budaya
tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik, seringkali
anak perempuan agak terhambat untuk memperoleh kesempatan yang luas untuk
menjalani pendidikan formal. Sudah sering dikeluhkan bahwa jika sumber-sumber
pendanaan keluarga terbatas, maka yang harus didahulukan untuk sekolah adalah
anak laki-laki. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila sudah
dewasa dan berumah-tangga, yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah tangga dan
pencari nafkah.
3. Manfaat dan penguasaan
Kenyataan banyaknya
angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum perempuan. Data BPS tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk
buta aksarausia 10 tahun keatas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di
antaranya atau 67,85 persen adalahperempuan.
Menurut
Idris[5] semakin
rendah tingkat pendidikan semakin besar kesenjangan gender dalam pengupahan.
Bahkan dari angka statistik menunjukkan perbandingan upah laki-laki adalah
60,46% dan 39,54%, dimana kesenjangan gender dalam pengupahan untuk pendiidkan
rendah 65, 68% untuk laki-laki dan 35, 32 % untuk perempuan
C. Pendidikan memandang Gender
Dalam
deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa :” Setiap orang
berhak mendapatkan pengajaran, Pengajaran harus mempertinggi rasa saling
mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antar semua bangsa,
golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukkan kegiatan PBB dalam
memelihara perdamaian dunia … “.
Terkait
dengan deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan
dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan
juga sebagai produk atau konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan
juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat.
Pendidikan
memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan dengan tuntutan zaman, yaitu
kualitas yang memiliki keimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh,
mengenali, menghayati, dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan luas dan
komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir, mampu
mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada
hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, dan
bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar
mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya[6].
D. Konsep gender dalamperspektifislam
Dalam perspektif Islam,
semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya masing-masing.“Sesungguhnya
segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49).
Para pemikir Islam
mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan
Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat.Dengan demikian,
laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing.
Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan
berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan
kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki.
Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asa kejadian
perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat1 :
”Hai sekalian manusia,
bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang
satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Al-Qur’an dengan sangat
jelas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan kecuali
ketaqwannya.Surat al-Hujurat (49):13 yang artinya“ Hai manusia, kami telah menciptakan
kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamudisisi
Allah adalah yang paling taqwa”.
Dari penjelasan di atas, bisadilihatbahwa Islam adalah agama yang
sangatmenjagakesetaraandankeadilan.Islam
jugasangatmenghargaidanmenjunjungtinggiharkatdanmartabatkaumperempuan.Ketidakadilan
gender padadasarnyadipicudaribudayakesuperioritaskaumlaki-laki yang
sudahsangatmapandanberkesinambungan, yang
padaakhirnyamerambahkesemuakehidupantermasuksalahsatunya agama.
Pernyataanayat-ayat Al- Qur’an yang
dirasasangattidakmemihakkaumperempuanmisalnya, bahwalaki-lakimempunyaihakwarisdua
kali lipatdariperempuan (Qs. An-Nisa, 4:11); kenapahakwarislaki-lakitidak di
samakandenganperempuan,
halsepertiituterlihatadanyadiskriminasiantaralaki-lakidenganperempuan;
bahwakesaksianlaki-lakidihitungsamadua kali kalilipatdariperempuan (Qs.
Al-Baqarah, 2:282); bahwasuamimempunyaihakmutlaksementaraistritidak (Qs.
Al-Baqarah 2;226-231), danbeberapaayat yang lain.
Posisiperempuan yang di
tempatkansebagaisubordinasidarilaki-lakimunculdalamsuatuperadabandimanaketergantunganperempuanterhadaplaki-lakimasihsangatkuat.Posisitersebutbisajadimemangpadazamannya.Zamandahuluperempuanhanya
di prioritaskandengansebutandapur,
sumurdankasur.Sehinggakaumperempuanpadazamandahululebihmemandangitudantidakadapandanganinginmenjadiwanitakarir/wanita
yang bekerjauntukmembantuperekonomiankeluargakelaksaatmenikah.
Yang terjadisekarangadalah proses sejarahberjalansecaraevolutifdandinamis.
Zamantelahberubahdankaumperempuansudahmulaiberpikiran/berpandanganmajudalamsegalabidang.Sekarangbanyakwanitamenjadiwanitakarir,
ada yang menjadidokter, polwan, direktur, dosen, supir bus, pilot
dll.Sebutanperempuan yang di prioritaskanperempuanpadadapur, sumurdankasur,
kinitelahberubahseiringberjalannyazaman, walaupunhalitutidak di hilangkanbegitusaja,
halitumasihberjalansampaisaatini.Hal
inimenunjukanbahwakarakteristikkesuperioritaslaki-lakiatasperempuanbukanlahsesuatu
yang mutlak[7].
E. Pendidikanislamberbasis gender
Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia. Begitu pentingnya
sebuah pendidikan, agama pun mengatur bahwa setiap orang, laki-laki maupun
perempuan wajib mencari ilmu. Beberapa ahli seperti Frederick J. Mc
Donald menyatakan bahwa pendidikan diarahkan untuk merubah tabiat atau
kebiasaan. Perubahan kebiasaan tersebut terjadi ketika proses belajar
berlangsung. Orang berpendidikan juga mendapat tempat layak di masyarakat.
Meski dahulu pendidikan di Indonesia sering didominasi oleh kaum laki-laki.
Namun berkat perjuangan R.A. Kartini berhasil memperjuangkan hak kaum perempuan
mengenyam pendidikan.
Mesiku begitu, sampai saat ini ada beberapa sekolah di
Kudus yang hanya menerima satu jenis kelamin saja siswa yang masuk. Sekolah
tersebut umumnya berlandaskan Islam. Diantara sekolah khusus perempuan adalah
MA NU Banat dan SMP NU Nawa Kartika. Kedua sekolah tersebut masih berada di
satu lembaga, yaitu lembaga pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (Ma’arif NU).
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi berdirinya sekolah khusus
perempuan tersebut. Pendirian sekolah tersebut, menurut Drs. Moh. Said, Kepala
MA NU Banat merupakan inisiatif dari para pendirinya yaitu para kiai untuk
mengangkat derajat, harkat dan martabat kaum hawa agar sejajar dengan
kaum laki-laki. Pendirian Banat sendiri dimulai dari tingkat RA (Raudhatul
Athfal) setingkat Taman KanakKanak (TK) pada tahun 1940. Dua belas tahun
setelahnya, yakni pada tahun 1952 mulailah didirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Di tahun-tahun berikutnya, tak berselang lama pada tahun 1957 dan
1972 didirikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah NU Banat Kudus.
Hal ini menunjukkan kepercayaan masyarakat menyekolahkan putrinya di sekolah
berbasis gender dan Islami tersebut.
Drs. Moh. Said menuturkan bahwa dengan homogenitas siswa ada
beberapa dampak positif dan negatif. Dampak positifnya sekolah lebih mudah dalam
pengawasan dan meminimalisir permasalahan yang ada. Lain halnya dengan sekolah
dengan hetergonitas jenis kelamin siswa. Dampak negatifnya, potensi dan bakat
siswa cenderung lebih sedikit. Tidak selamanya seorang perempuan mampu
mengikuti ajang olahraga berat seperti halnya kaum laki-laki. Meskipun begitu,
Banat jarang absen dari berbagai kompetisi olahraga setingkat kabupaten
hingga Nasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gender
adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari
nilai dan tingkah laku. Gender merupakansuatuistilah yang
digunakanuntukmenggambarkanperbedaanantaralaki-lakidanperempuansecarasosial.Gender
adalahkelompokatributdanperilakusecarakultural yang
adapadalaki-lakidanperempuan[8].
Dalam
deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa :” Setiap orang
berhak mendapatkan pengajaran, Pengajaran harus mempertinggi rasa saling
mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antar semua bangsa,
golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukkan kegiatan PBB dalam
memelihara perdamaian dunia … “.
Dalamperspektif Islam,
semua yang diciptakan Allah SWT
berdasarkankudratnyamasing-masing.“Sesungguhnyasegalasesuatu Kami
ciptakandenganqadar” (QS. Al-Qamar: 49).
B. Saran
Dalam hal ini kami meminta masukan berupa kritik dan saran dari
para pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih sempurna lagi, dan harapan kami
makalah ini bermanfaat bagi penambambahan wawasan kita dalam dunia pendidikan
agama islam ini.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Muthia’in. 2001. Bias Gender dalam Pendidikan.
Surakarta: UMS.
Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto. 2004. Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Elfi Muawanah. 2009. Pendidikan Gender dan Hak Asasi Manusia.
Yogyakarta: TERAS
Moh, Roqib. 2003. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama
Media
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi
Edisi Revisi. Universitas Indonesia Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi. 2004
[1]Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Universitas
Indonesia Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, 2004), Hlm. 114
[2]Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2004) Hlm. 334
[3]Ibib , halaman 335
[4]Elfi Muawanah, Pendidikan Gender dan
Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 54
[5]Achmad Muthia’in, Bias Gender dalam
Pendidikan, (Surakarta: UMS, 2001)
[6]Moh, Roqib, Pendidikan Perempuan, (Yogyakarta:
Gama Media, 2003), Hlm. 49
[7]gilangfebrisusanto.blogspot.com/.../konsep-gender-dal
[8]Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2004) Hlm. 334